24 Februari 2009

Di Depan Kita Asia

Maret, sepak bola Indonesia kembali terlibat dalam kompetisi sepak bola tingkat tinggi di Asia. Setelah timnas dua kali bermain imbang dengan Oman dan Australia dengan hasil sama 0-0 dalam kualifikasi Piala Asia 2011, berikutnya Sriwijaya FC terjun di fase grup AFC Champions League.

Seperti tim merah putih yang berada di grup keras (satu tim lagi adalah Kuwait), juara Liga Indonesia 2008 juga berada di grup berat. Sriwijaya FC satu grup bersama juara bertahan Gamba Osaka (Juara Piala Kaisar Jepang 2008), FC Seoul (runner-up Liga Korea 2008), dan Shandong Luneng (Juara Liga Cina 2008).

Mampukah Laskar Wong Kito berada di dua besar klasemen akhir sekaligus menjadi klub Indonesia pertama yang masuk fase gugur sejak musim 2002/2003? Sebelum merespons pertanyaan yang tidak sulit untuk dijawab, mari lihat pencapaian wakil-wakil kita.

Persik mengalahkan Shanghai Shenhua 1-0 dan Sydney FC 2-1. Hujan deras yang membuat lapangan Stadion Manahan, Solo becek mewarnai kemenangan tim asuhan Daniel Roekito atas Shanghai. Saat melawan Sydney, pertandingan ditunda lebih dari 12 jam dari jadwal semula karena lapangan tergenang akibat hujan deras. Keesokan harinya pada pagi menjelang siang, di bawah sinar matahari yang begitu menyengat, kecepatan anak-anak Kediri merepotkan Sydney, yang kehabisan tenaga karena cuaca panas.

Tanpa mengurangi rasa hormat atas kerja keras tim, dua kemenangan Persik tercapai karena bantuan factor nonteknis. Namun, tanpa bantuan faktor nonteknis pun Persik mampu meraih hasil bagus. Di Manahan, Persik main imbang 3-3 dengan Urawa Reds yamg akhirnya jadi juara.

Di partai tandang, Persik babak belur. Budi Sudarsono dkk dihajar Urawa Reds dan Sydney dengan skor identik 0-3 dan dicukur Shanghai 0-6. Meski kalah setengah lusin gol, Persik satu tingkat di atas Shanghai yang berada di dasar klasemen.

Pada musim yang sama, Arema juga berada di posisi ketiga, meski hanya sekali menang, yaitu 1-0 melawan Bangkok University (Thailand). Pada musim 2005, PSM dan Persebaya juga sekali menang dan berada di posisi ketiga. Kemenangan tunggal mereka juga diaraih atas klub ASEAN. PSM menang atas BEC Tero Sasana (Thailand) dan Persebaya atas Binh Dinh (Vietnam).

Musim 2004, PSM berada di dasar klasemen, meski dua kali menang. Persik, yang hanya sekali menang, berada di posisi ketiga. Musim 2006 menjadi musim terburuk Indonesia. Arema dan Persipura didiskualifikasi karena PSSI terlambat menyertakan daftar pemain kedua klub. Musim lalu, Indonesia absent karena belum punya juara saat pendaftaran ditutup.

Semoga ada perbedaan antara timnas dengan Sriwijaya FC. Tidak seperti Skuad Garuda, yang hanya solid saat bertahan tapi tidak tahu cara menyusun serangan mematikan. Tim kota empek-empek memilki jaminan akan bisa membahayakan gawang lawan. Jaminan itu datang dari legion asing mereka asal Afrika.

Ada empat pemain asing yang menjadi motor serangan Sriwijaya FC. Mereka adalah Zah Rahan Krangar, Anoure Richad Obiora, Claude Parfait Ngon A Djam, dan Keith Kayamba Gumbs.

Sayang, dalam AFC Champions League, setiap klub hanya boleh menurunkan tiga pemain asing di luar Asia dan satu dari Benua Kuning. Peraturan 3+1 seharusnya juga diterapkan Indonesian Super League supaya ketika terjun di AFC Champions League kekuatan klub-klub Indonesia tetap sama seperti ketika bermain di kometisi lokal. Liga Qatar dan Jepang sydah mengonfirmasi akan menerapkan sistem 3+1 musim depan. Bahkan, klub Al Hilal (Arab Saudi) langsung menerapkan sistem 3+1 musim ini dengan merekrut penyerang timnas Korea Selatan, Seol Ki-hyeon dari Fulham.

Kita memang bukan siapa-siapa di Asia. Namun, pola pikir “untuk apa bersaing di Asia” harus dibuang jauh-jauh. Indonesia harus berani menatap ke depan. Jangan hanya puas dengan prestasi di negeri sendiri. Target di depan klub-klub Indonesia adalah Asia. Tidak perlu ASEAN dulu karena sudah tidak ada lagi kejuaraan antarklub ASEAN. Tentu semua itu dengan pegelolaan klub yang profesional, tak bergantung pada APBD.

Kembali ke kekuatan Sriwijaya FC. Setelah undian pembagian grup, Rahmad Darmawan pelatih Sriwijaya FC berkata akan menunggu sampai saat-saat akhir untuk menentukan siapa tiga pemain asing yang masuk skuad ke Asia.

Sangat beresiko jika Laskar Wong Kito memanfaatkan jatah tiga pemain asing mereka hanya untuk sector penyerangan. Sriwijaya FC memang memilki bek timnas, Charis Yulianto dan Isnan Ali, plus kipper Ferry Rotinsulu. Namun, pertahanan Sriwijaya FC terancam mudah ditembus lawan tanpa bek yang kuat seperti Jacques Tsimi.

Zah Rahan harus ikut. Gelandang muda ini bisa membuat perbedaan. Pengoleksi 8 caps dan 2 gol untuk Liberia ini punya skill istimewa.

Memang tidak mudak memilih satu dari Obiora, Ngon A Djam, dan Kayamba. Gumbs. Beruntung Sriwijaya FC mendapatkan Budi Sudarsono, salah satu bintang Persik di AFC Champion League 2007.

Sriwijaya FC mesti menjaga kehormatan sepak bola Indonesia. Skuad Palembang memang sulit melaju ke fase knock-out. Namun, maksimalkanlah tiga partai kandang di Stadion Jakabaring.

Selalu kalah telak dalam 6 pertandingan akan memberi rapor jelek buat klub-klub Indonesia di mata AFC. Jika begitu terus, 1 tempat di fase grup bisa hilang. Bagaimana dapat terlibat dalam pertandingan kelas dunia, yang menjadi salah satu tahap penting untuk menyukseskan misi terpilih sebagi tuan rumah Piala Dunia 2022, jika sepak bola kita tidak merasakan persaingan di tingkat Asia?

0 comments: