27 Oktober 2014

Translatable vs Untranslatable

Buat sebagian pecinta bahasa (contohnya pembaca novel atau karya sastra lainnya) maupun yang sedang belajar bahasa (baik siswa/mahasiswa), translation (penerjemahan) merupakan hal yang sangat menarik untuk dipelajari. Pertanyaan seperti: "Bahasa Inggris-nya kebelet apa sih?" atau "Novel ini bagus ga ya terjemahannya? Bagus kayak aslinya ga ya?"

Maka, kita semua wajib berterima kasih kepada "penerjemahan". Tanpanya, kita tidak akan mengerti Bahasa Inggris, Bahasa Jepang (yang suka nonton anime, J-Drama, Kamen Rider, dll), Bahasa Korea (yang suka nonton K-Drama, Running Man), dan bahkan Bahasa Rusia (yang suka nonton Masha and The Bear). Penerjemahan membuat kita paham tentang bahasa yang tidak kita kuasai (atau dalam istilah lain disebut Bahasa Kedua/Second Language).

Untuk sebagian orang, beberapa kata yang tidak dapat diterjemahkan, atau dalam kata lain kata tersebut tidak ada dalam kamus, merupakan hal yang menjengkelkan. Namun, ada juga yang sangat tertarik untuk mendalami atau bahkan mencari padanan kata yang pas untuk kata yang tidak dapat diterjemahkan tersebut. Ada cara lain untuk mencari padanan kata yang tidak dapat diterjemahkan yaitu dengan definisi. Contohnya, seperti yang kita temukan dalam kamus Oxford maupun KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sayangnya, teknik menggunakan definisi ini lebih panjang dan rumit dibanding teknik yang biasa kita temukan dalam kamus Inggris-Indonesia.

Kalau membicarakan mengenai kata yang bisa diterjemahkan maupun yang tidak bisa diterjemahkan, kita mulai berbicara soal bahasa daripada kata. Unsur budaya, biasanya merupakan hal yang susah untuk ditemukan padanan katanya. Contohnya, Kuda Lumping. Sangat susah untuk mencari padanan kata tersebut dalam Bahasa Inggris. Kalau ada turis mancanegara sedang mampir melihat pertunjukan Kuda Lumping dan bertanya seni apa yang dipertunjukan, kita pasti akan menjawab Kuda Lumping, tidak mungkin menjawab Lumping Horse (horse = kuda).

Namun, budaya asing memiliki hal yang berbeda. Mereka pasti memiliki definisi atau penjelasan mengenai budaya tersebut. Contohnya, Halloween dan Thanksgiving. Halloween sebenernya merupakan peringatan kematian para saint (hallow), martir, dan para penganut kepercayaan tertentu di masa lalu. Namun, sekarang, bergeser ke arah yang lebih modern seperti memakai kostum seram. Sedangkan Thanksgiving merupakan perayaan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah.

Merupakan hal yang wajar kalau kita menggunakan kata dari bahasa asing selama tidak ada padanan kata dari kata tersebut dalam Bahasa Indonesia. Begitu juga sebaliknya. Selain unsur budaya, makanan merupakan hal yang menarik untuk dicari padanan katanya (jika ada). Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman kos saya kalau dia ditertawakan saat dia menerjemahkan "bakso" dengan "meatball". Ada yang salah? Sebenernya tidak. Ada yang menerjemahkan "bakso" ke dalam Bahasa Inggris tetap "bakso". Ada juga yang menerjemahkan "bakso" ke kata "meatball".

Sebenarnya, penerjemahan dipengaruhi oleh beberapa unsur. Penggunaan kata yang bisa diterjemahkan harus sesuai konteks. Kita tidak perlu mencampur kata asing dan Indonesia saat kita bicara selama kata asing tersebut ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia.

Hal yang bisa disimpulkan mengenai penerjemahan adalah kata tunggal mungkin tidak bisa diterjemahkan tapi bahasa bisa menerjemahkan. Seberapa akurat? Itu tergantung kita sebagai penutur bahasa dalam menyampaikan makna kata tersebut.

0 comments: